Senin, 24 November 2014

Kasus Cyber Crime 2 (Carding)

Contoh Kasus Carding di Indonesia 


Kasus Pertama

Pada Juli 2010, Direktorat Reserse Kriminal Khusus menangkap karyawan kafe Starbucks Tebet Jakarta Selatan, DDB, 26 tahun yang terbukti melakukan pembajakan kartu kredit para pelanggannya. Pelaku mengumpulkan data kartu kredit dari konsumen tempatnya bekerja dengan cara struk diprint ulang dan dicatat kode verifikasinya. Dari situ pelaku berhasil menguasai ratusan data kartu kredit.

Data kartu kredit selanjutnya digunakan untuk membayar transaksi pembelian alat elektronik Ipod Nano dan Ipod Touch secara online di Apple Online Store Singapura hingga lebih dari 50 kali. Tersangka dijerat pasal 362 KUHP tentang penipuan dan atau pasal 378 KUHP tentang pencurian serta UU no. 11 tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman penjara di atas lima tahun. 


Kasus Kedua

Kasus terbaru kejahatan Carding terjadi pada Maret 2013 yang lalu. Sejumlah data nasabah kartu kredit maupun debit dari berbagai bank dicuri saat bertransaksi di gerai The Body Shop Indonesia. Sumber Tempo mengatakan, data curian tersebut digunakan untuk membuat kartu duplikat yang ditransaksikan di Meksiko dan Amerika Serikat.

Data yang dicuri berasal dari berbagai bank, di antaranya Bank Mandiri dan Bank BCA. Menurut Direktur Micro and Retail Banking Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, pihaknya menemukan puluhan nasabah kartu kredit dan debit yang datanya dicuri. Adapun transaksi yang dilakukan dengan data curian ini ditaksir hingga ratusan juta rupiah.

Kejahatan kartu kredit terendus saat Bank Mandiri menemukan adanya transaksi mencurigakan. "Kartu yang biasa digunakan di Indonesia tiba-tiba dipakai untuk bertransaksi di Meksiko dan Amerika," kata Budi. Setelah dilakukan pengecekan terhadap nasabah, ternyata kartu-kartu itu tidak pernah digunakan disana.


http://hipersomniax.blogspot.com/2014/04/kasus-carding-di-indonesia.html

Contoh Kasus CyberCrime

1. Prita Mulyasari

Kasus Prita Mulyasari diawali dengan tersebarnya surat elektronik Prita yang berisi tentang keluhan pelayanan dari rumah sakit Omni Internasional. Kasus yang mencuat pada tahun 2009 ini merupakan salah satu kasus pertama yang menonjol yang berkaitan dengan UU ITE. Prita diganjar Pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang distribusi informasi atau dokumen elektronik yang memuat kebencian atau pencemaran nama baik dan sempat diganjar selama 3 pekan di Penjara Khusus Perempuan di Tangerang.
2. Ariel Noah

Bagi para pecinta grup band Noah (sebelumnya Peterpan) kasus video syur Ariel dengan beberapa selebriti papan atas Indonesia pada tahun 2010 tentu tidak bisa dilupakan.

Ariel Noah dijerat dengan UU ITE karena terbukti membuat dan menyebarkan video rekaman pornografi. Hakim kemudian memvonis Ariel Noah 3,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Saat ini, Ariel telah bebas dan tetap memiliki banyak penggemar.

3. Benny Handoko

Hanya lantaran kicauan di Twitter, Benny Handoko menjadi tersangka atas tuduhan pencemaran nama baik seorang politisi, Mukhammad Misbakhun. Kicauan pria yang biasa dipanggil Benhan ini terkait dengan kasus Bank Century.

Dalam kasus tersebut, Benhan menyatakan Misbakhun sebagai "perampok" Bank Century. Pada Februari 2014, Benhan divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


4. Florence Sihombing
Karena membuat status Path yang berisi hinaan terhadap warga Yogyakarta, Floren Sihombing sempat ditahan 2 hari oleh Mapolda DI Yogyakarta. Kepolisian menggunakan Pasal 27 ayat 3 UU ITE dan Pasal 310 dan 311 KUHP untuk menjerat Florence.

Selain mendapat hukuman dari kepolisian, Florence juga mendapat hukuman sosial dari masyarakat, khususnya para netizen.

5. Muhammad Arsyad

Seorang pemuda yang bekerja sebagai pembantu tukang sate, Muhammad Arsyad, dijerat pasal berlapis, Pasal 29 Juncto Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Pasal 310 dan 311 KUHP, Pasal 156 dan 157 KUHP dan Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU ITE.

Pasalnya, Arsyad dianggap hina Jokowi dan Megawati karena mengedit wajah mereka dan menyambungkannya ke sejumlah foto badan bugil dan menyebarkannya melalui Facebook.

Undang Undang Tentang Cyber Crime


Untuk dunia informasi teknologi dan elektronik dikenal dengan UU ITE. Undang-Undang ITE ini sendiri dibuat berdasarkan keputusan anggota dewan yang menghasilkan undang-undang nomor 11 tahun 2008. Keputusan ini dibuat berdasarkan musyawarah mufakat untuk melakukan hukuman bagi para pelanggar terutama di bidang informasi teknologi elektronik.
Undang-undang Yang Mengatur Tentang Cybercrime
1)      Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.

a.             Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
b.            Pasal 28 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
c.             Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasaan atau menakut-nakuti yang dutujukkan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45 (3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
d.            Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
e.             Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya system elektronik dan/atau mengakibatkan system elektronik menjadi tidak bekerja sebagaiman mestinya.
f.             Pasal 34 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki.
g.            Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik (Phising = penipuan situs).
2)      Kitab Undang Undang Hukum Pidana
a)      Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding.
b)      Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.
c)      Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
d)     Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet.
e)      Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
f)       Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi.
g)      Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang.
h)      Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain.

3)      Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut.
4)      Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
5)      Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only Memory (CD – ROM), dan Write – Once -Read – Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
6)      Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan.

7)      Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list. 

Latar Belakang dan Sejarah Pembentukan UU Cyber Caw Di Indonesia

 Latar Belakang Munculnya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi
           Munculnya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini bermula dari mulai
merasuknya pemanfaatan Teknologi Informasi dalam kehidupan sehari-hari kita saat ini. Jika kita lihat, kita mulai terbiasa menggunakan mesin ATM untuk mengambil uang; menggunakan handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi (mobile banking); menggunakan Internet untuk melakukantransaksi (Internet banking, membeli barang), berikirim e-mail atau untuk sekedar menjelajahInternet; perusahaan melakukan transaksi melalui Internet (e-procurement); dan masih banyak lainnya.
Semua kegiatan ini merupakan pemanfaatan dari Teknologi Informasi. Teknologi Informasi memiliki peluang untuk meningkatkan perdagangan dan perekonomian nasional yang terkait dengan perdagangan dan perekonomian global. Salah satu kendala yang muncul adalah ketidak-jelasan status dari transaksi yang dilakukan melalui media cyber ini. Untuk itu Cyberlaw Indonesia harus dipersiapkan. Kata “Teknologi Informasi” di sini merupakan terjemahan dari kata “Information Technology” (IT).Singkatan yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah “IT” bukan “TI”, meskipun kalau kita lihat semestinya singkatan yang digunakan adalah TI. Hal ini dilakukan agar tidak membingungkan pembaca. Singkatan “TI” sudah lazim digunakan untuk “Teknik Industri”. Istilah lain yang sering juga digunakan di Indonesia adalah “Telematika”. Namun untuk tulisan ini, penulis akan menggunakan istilah “IT” saja. Ternyata efek dari pemanfaatan IT ini berdampak luar biasa. Selain memberikan kemudahan, IT juga menghasilkan efek negatif, seperti antara lain:
1.      Penyadapan email, PIN (untuk Internet Banking).
2.      Pelanggaran terhadap hak-hak privacy.
3.      Masalah nama domain seperti kasus mustika-ratu.com yang didaftarkan oleh bukan pemilik Mustika Ratu, atau kasus typosquatter “kilkbca.com” (perhatikan huruf “i” dan “l” bertukar tempat) yang menyaru sebagai “klikbca.com”.
4.      Penggunaan kartu kredit milik orang lain.
5.      Munculnya “pembajakan” lagu dalam format MP3, yang kemudian disertai dengan tempat tukar menukar lagu seperti Napster2. Napster sendiri kemudian dituntut untuk ditutup (dan membayar ganti rugi) oleh asosiasi musik.
6.      Adanya spamming email.
7.      Pornografi.
Hal-hal lain yang sifatnya tidak jelas sebelum adanya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini antara lain:
1. Status dari transaksi yang menggunakan media Internet, misalnya e-procurement status legal dari tanda tangan digital;
2.      status dari e-government.

Hal-hal di atas memaksa adanya sebuah undang-undang yang dapat memberikan kejelasan bagi pihak-pihak yang terkait. Karena banyaknya hal yang harus diberikan landasan, maka RUU yang dikembangan ini berupa sebuah “umbrela provision”. Diharapkan nantinya ada UU atau PP yang lebih spesifik untuk bidang-bidang yang sudah diberikan slotnya oleh RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini.

CyberCrime Berdasarkan Sasaran Kejahatan

>> Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)
Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :

1.Pornografi
Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.

3.Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.

5.Cyber-Tresspass
Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.

7.Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.

9.Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.

Pengertian Cyber Law

Cyber Law adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Techonology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai “maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu [1]. Di internet hukum itu adalah cyber law, hukum yang khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commerce, e-learning; pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature; dan masih banyak lagi.

a.    Pengertian Cyber Law menurut para Ahli

Definisi cyber law yang diterima semua pihak adalah milik Pavan Dugal dalam bukunya Cyberlaw The Indian Perspective (2002). Di situ Dugal mendefinisikan Cyberlaw is a generic term, which refers to all the legal and regulatory aspects of Internet and the World Wide Wide. Anything concerned with or related to or emanating from any legal aspects or issues concerning any activity of netizens and others, in Cyberspace comes within the amit of Cyberlaw [2]. Disini Dugal mengatakan bahwa Hukum Siber adalah istilah umum yang menyangkut semua aspek legal dan peraturan Internet dan juga World Wide Web. Hal apapun yang berkaitan atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas para pengguna Internet aktif dan juga yang lainnya di dunia siber, dikendalikan oleh Hukum Siber.


                  Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Cyberlaw adalah hukum yang digunakan didunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat memulai online dan memasuki dunia cyber.

CyberCryme Berdasarkan Motif Kegiatan

a.          Berdasarkan Motif Kegiatan

Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut 

1. Cybercrime sebagai tindakan murni criminal.

Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi. 

2. Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu

Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.

Jenis Cybercrime Berdasarkan Jenis Aktivitasnya

 Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
1.      Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan port merupakan contoh kejahatan ini.
2.      Illegal Contents
Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
3.      Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
4.      Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
5.      Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
6.      Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
7.      Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
8.      Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
9.      Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
10.  Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
11.  Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.

Minggu, 23 November 2014

Pengertian Cybercrime

Cybercrime berasal dari kata cyber yang berarti dunia maya atau internet dan crime yang berarti kejahatan.Jadi secara asal kata cybercrime mempunyai pengertian segala bentuk kejahatan yang terjadi di dunia maya atau internet.


  •  Pengertian Cyber Crime menurut para ahli. 
Cybercrime adalah suatu tindakan kriminal yang melanggar hukum dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatannya. Cybercrime ini terjadi karena ada kemajuan di bidang teknologi computer atau dunia IT khususnya media internet. Secara teknik tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi on-line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama antara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik (internet).

Menurut Girasa (2002) mendefinisikan Cybercrime sebagai aksi kejahatan yang menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.Menurut Tavani (2000) memberikan definisi Cybercrime yang lebih menarik, yaitu kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.

Menurut Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1987) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer yang secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal.

Cybercrime adalah tidak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.

Dari berbagai sumber pengertian diatas pada dasarnya memiliki satu kesamaan bahwasanya Cybercrime merupakan salah satu tindak kriminal atau tindak kejahatan karena aktifitas cybercrime merugikan pihak korban bahkan ada beberapa kasus cybercrime yang mempunyai dampak lebih besar dari pada tindak kriminal didunia nyata karena kerugian dari cybercrime berupa data-data yang tidak ternilai harganya dapat dirusak bahkan dicuri.